Minggu, 29 Maret 2015

1.8 PERATURAN YANG DIKELUARKAN OLEH BANK INDONESIA TENTANG PERBANKAN


Salah Satu Peraturan Yang Dikeluarkan Oleh bank Indonesia Tentang Perbankan


Salah Satu Peraturan Yang Dikeluarkan Oleh bank Indonesia Tentang Perbankan


NO PBI :  Nomor 15/4/DPNP tanggal 6 Maret 2013

TENTANG : perihal Kepemilikan Saham Bank Umum

ISI SINGKAT : 
1. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) ini merupakan tindaklanjut dari telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.14/8/PBI/2012 tanggal 13 Juli 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.
2. Pokok-pokok pengaturan SE BI ini meliputi antara lain:


A. Penerapan batas maksimum kepemilikan saham bank bagi Pemerintah Daerah (Pemda) dan perusahaan     induk diatur berikut ini.
        1. Batas maksimum kepemilikan saham bagi Pemda yang akan mendirikan atau mengakuisisi bank dipersamakan dengan batas kepemilikan bagi badan hukum bukan lembaga keuangan yaitu 30% untuk masing-masing Pemda.
        2. Batas maksimum kepemilikan saham bagi Perusahaan Induk di bidang Perbankan yang dibentuk untuk memenuhi PBI Kepemilikan Tunggal dikecualikan dari batas maksimum kepemilikan saham. Namun apabila kemudian perusahaan induk tersebut akan melakukan akuisisi bank lainnya, maka batas maksimum kepemilikan saham adalah sebesar batas kepemilikan yang tertinggi dari kategori pemegang saham dari Perusahaan Indukdi bidang Perbankan tersebut. 

B. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, pemegang saham Bank dapat meningkatkan kepemilikan saham dengan kewajiban menyesuaikan batas maksimum kepemilikan sesuai dengan ketentuan dalam PBI Kepemilikan Saham Bank Umum.

C. Setelah tanggal 31 Desember 2013, Pemegang saham yang memiliki saham Bank kurang dari batas maksimum kepemilikan saham dapat meningkatkan kepemilikan saham sampai dengan batas maksimum kepemilikan saham Bank. Sedangkan bagi Pemegang saham yang memiliki saham Bank lebih dari batas maksimum kepemilikan saham Bank dapat melakukan penambahan kepemilikan saham sepanjang tidak menambah persentase kepemilikan sahamnya.

D. Pemegang saham langsung Bank wajib menyesuaikan kepemilikan saham sesuai dengan batas maksimum kepemilikan saham, apabila perubahan pengendalian dimaksud berupa:
       1. Perubahan pemegang saham Bank langsung atau Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT); dan/atau
       2. Perubahan persentase kepemilikan saham Bank oleh pemegang saham langsung atau perubahan persentase kepemilikan PSPT pada Bank yang secara tidak langsung mempengaruhi jumlah pengendalian pada Bank.   

E. Persyaratan khusus bagi calon PSP berupa WNA/badan hukum asing dan calon pemegang saham Bank yang akan memiliki saham lebih dari 40% berupa penilaian Tingkat Kesehatan (TKS), Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai profil risiko, dan modal inti (tier 1) menggunakan posisi penilaian 1 (satu) tahun terakhir. Sedangkan pemenuhan persyaratan peringkat investasi yang digunakan adalah posisi peringkat investasi paling lama 1 (satu) tahun sebelum yang bersangkutan menjadi PSP bank.

F. Pemberian persetujuan Bank Indonesia kepada calon pemegang saham untuk memiliki saham bank lebih dari 40% dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
        1. Persetujuan untuk memiliki saham bank sebesar 40% terlebih dahulu;
        2. Persetujuan untuk dapat meningkatkan jumlah kepemilikan dengan kewajiban mengajukan kembali permohonan untuk meningkatkan kepemilikan saham apabila bank yang dimiliki memiliki TKS dan GCG 1 atau 2 selama 3 periode berturut-turut dalam periode 5 tahun. 

G. Komitmen untuk mendukung pengembangan perekonomian Indonesia bagi PSP asing, dikaitkan dengan prioritas pembangunan Indonesia mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang dikeluarkan Bapenas.

H. Calon pemegang saham berupa lembaga keuangan asing atau lembaga keuangan asing yang akan memiliki saham bank lebih dari 40% wajib mendapatkan rekomendasi dari otoritas pengawasan dari negara asal termasuk rekomendasi bahwa otoritas home country PSP Bank akan mendukung kebijakan otoritas pengawas di tempat kedudukan Bank (host country) di bidang pengawasan yang antara lain bertujuan untuk memperbaiki kinerja Bank dan/atau memelihara stabilitas sistem keuangan di tempat kedudukan Bank (host country).

I. Calon pemegang saham Bank yang akan memiliki saham Bank lebih dari 40% wajib pula memiliki komitmen untuk membeli surat utang bersifat ekuitas yang diterbitkan oleh Bank yang dimiliki jika Bank yang dimiliki diperkirakan mengalami kesulitan memenuhi rasio KPMM sesuai profil risiko di masa yang akan datang.

J. Kewajiban menyesuaikan batas maksimum kepemilikan saham bagi pemegang saham pada Bank Umum Syariah hasil pemisahan (spin off) unit usaha syariah paling lama akhir Desember 2028. 


Referensi:

1.7 TUGAS DAN FUNSI BANK INDONESIA DALAM PERBANKAN INDONESIA



TUGAS DAN FUNGSI BANK INDONESIA DALAM PERBANKAN INDONESIA
Peran Bank Indonesia dalam Perbankan
Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
1. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.
2. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
3. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran.
4. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan.
5. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaringan pengaman sistem keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali.

Deregulasi Perbankan Indonesia
Deregulasi perbankan adalah keadaan dimana terjadinya perubahan peraturan dalam perbankan, khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena belum tangguhnya keadaan perbankan Indonesia, disebabkan perbankan Indonesia adalah warisan dari negara penjajah di Indonesia sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengelola perbankan dengan baik dan Indonesia memang tidak didasari untuk belajar dari negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal bank.
Deregulasi ini dimaksudkan dengan tujuan membuat suasana perbankan di Indonesia lebih stabil. Maka dibuatlah kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang perbankan Indonesia. Mulai dari 1 juni tahun 1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Dilanjutkan dengan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru sehingga pada masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia. Lalu Paket Februari 1991 (Paktri) yang berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan sehingga diharapkan peningkatan kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7 menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Hingga Pakmei pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun 1996, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya.
DEREGULASI perbankan sudah digulirkan sejak 14 tahun lalu. Kesan bongkar pasang itu tak terhindarkan. Bahkan, dari dampak yang kini terasa yaitu goyahnya sejumlah bank swasta, sangat terasa bahwa aturan-aturan perbankan Indonesia memang tak didasari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal-soal bank.
Deregulasi perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa mendatang.
Lima tahun kemudian ada Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) yang terkenal itu. Pakto 88 boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan. Dengan demikian, secara terang-terangan monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara dihapuskan.
Bahkan, beberapa bank kemudian menjadi bank devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat itu dilonggarkan. Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja, mobilisasi dana deposito dan tabungan jugase makin sengit. Ujung-ujungnya, karena bank terus dipacu untuk mencari untung, sisi keamanan penyaluran dana terabaikan, dan akhirnya kredit macet menggunung. Kondisi ini kemudian memunculkan Paket Februari 1991(Paktri) yang mendorong dimulainya proses globalisasi perbankan.
Salah satu tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu, tampaknya paket itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang diwarnai trauma atas terjadinya kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta, dan Bank Umum Majapahit.
Setelah itu, lahir UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992 yang disahkan oleh Presiden Soeharto pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun 1967. Intinya, UU itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing. Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
Untuk mengurangi sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan Paket 29 Mei 1993 (Pakmei). Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy ratio)– atau perimbangan antara modal sendiri dan aset — sesuai dengan ketentuan adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah ketentuan loan to deposit ratio (LDR).
Aturan yang terakhir diluncurkan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996 yang ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.

sumber

1.6 VISI DAN MISI BANK INDONESIA




VISI, MISI DAN BANK INDONESIA

:: Visi
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

:: Misi
  1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
  2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif  dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
  3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
  4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

:: Nilai-Nilai Strategis
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork

:: Sasaran Strategis
Untuk mewujudkan Visi, Misi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :

  1. Memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran
  2. Menjaga stabilitas nilai tukar
  3. Mendorong pasar keuangan yang dalam dan efisien
  4. Menjaga SSK yang didukung dengan penguatan surveillance SP
  5. Mewujudkan keuangan  inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis
  6. Memelihara SP yang aman, efisien, dan lancar
  7. Memperkuat pengelolaan keuangan BI yang akuntabel 
  8. Mewujudkan proses kerja efektif dan efisien dengan dukungan SI, kultur, dan governance
  9. Mempercepat ketersediaan SDM yang kompeten
  10. Memperkuat aliansi strategis dan meningkatkan persepsi positif BI
  11. Memantapkan kelancaran transisi pengalihan fungsi pengawasan bank ke OJK

Referensi:

1.5 STATUS DAN KEDUDUKAN BANK SENTRAL (BANK INDONESIA)



STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA

Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.

Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

:: Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.


Sebagaimana disinggung di atas, menurut undang-undang yang berlaku, Bank Indonesia dinyatakan sebagai Bank Sentral yang independen. BI diberi status dan kedudukan sebagai suatu lembaga
negara yang independen dan bebas dari campur tangan Pemerintah ataupun pihak lainnya. Pengecualian hanya untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tersebut. Ditegaskan, dalam penjelasan undang-undang, bahwa kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah. BI memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya, dimana pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan. Bahkan, BI wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapundalam rangka pelaksanaan tugasnya. Bank Indonesia 55
Dengan alasan untuk lebih menjamin independensi tersebut, BI diberikan kedudukan khusus dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen, kedudukan BI tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Namun, kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukannya yang berada diluar Pemerintah. Sebagai konsekwensi logisnya, BI dinyatakan sebagai Badan Hukum oleh undangundang. Pengertian badan hukum disini meliputi badan hukum publik dan badan hukum perdata. Sebagai badan hukum publik, BI berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sedangkan sebagai badan hukum perdata, BI dapat bertindak untuk dan atas
nama sendiri di dalam dan di luar pengadilan. Penegasan Bank Indonesia sebagai badan hukum memberinya wewenang penuh dalam mengelola kekayaan sendiri. Pengelolaan kekayaan Bank Indonesia dilaksanakan secara terpisah dan terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Termasuk di dalam wewenang ini adalah perihal pengelolaan anggaran BI, seperti
belanja barang, dan gaji pegawainya. Memang ada aturan mainnya, seperti: persetujuan DPR tentang hal-hal pokok, adanya audit oleh BPK, serta aturan pelaksanaan lainnya. Bagaimanapun, wewenang BI dalam hal ini sangat besar. Yang paling mendasar dari status dan kedudukan BI saat ini adalah sebagai otoritas moneter satu-satunya. Tidak ada lagi dewan moneter. BI tidak bertanggung jawab kepada Presiden, dan hanya melakukan komunikasi dan ”koordinasi” kebijakan dengan pemerintah.
Kepada DPR pun tanggungjawabnya adalah pada hal-hal yang diatur oleh undang-undang saja. Pada prinsipnya, BI lebih ditekankan untuk bertanggungjawab kepada publik. Semua posisi ini diharapkan
membuat BI dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. 56 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT Sebagai imbangannya, BI memang dituntut untuk lebih transparan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Amandemen UU-BI tahun 2004, sebagiannya menegaskan beberapa
hal tentang transparansi dan akuntabilitas Bank Indonesia. Secara teknis, berbagai laporan pelaksanaan tugas dan alasan pengambilan kebijakan BI harus dipublikasikan secara luas dan dalam waktu segera kepada publik. Sejauh ini, BI memang berubah menjadi lembaga negara yang paling komunikatif kepada publik dalam hal penjelasan kebijakannya, yang antara lain ditunjukkan oleh situsnya yang sangat user friendly untuk ukuran birokrasi di Indonesia. Namun, content publikasi tersebut masih memerlukan diskusi lebih lanjut apakah “seimbang” dengan kekuasaannya yang sangat besar.

Sumber :
http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Status+dan+Kedudukan/
http://stiebanten.blogspot.com/2011/06/status-dan-kedudukan-bank-indonesia.html